

AKARNEWS.ID, OPINI – Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional telah menempuh perjalanan panjang dalam membangun sistem politik dan pemerintahan yang berlandaskan prinsip kedaulatan rakyat. Sistem ini, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menempatkan rakyat sebagai pemilik kekuasaan tertinggi yang diwujudkan melalui pemilihan umum, keterbukaan pemerintahan, dan partisipasi aktif warga negara. Namun, di tengah kemajuan yang telah dicapai, berbagai tantangan fundamental terus membayangi, mulai dari melemahnya kepercayaan terhadap lembaga negara hingga rendahnya kesadaran kewarganegaraan. Oleh karena itu, diperlukan refleksi kritis dan upaya konkret untuk menjaga kualitas demokrasi, memperkuat institusi negara, serta menumbuhkan semangat dan tanggung jawab sebagai warga negara.
Sistem Politik dan Pemerintahan: Demokrasi yang Masih Berkembang
Secara formal, sistem politik Indonesia menganut demokrasi representatif dengan prinsip pemisahan kekuasaan yang seimbang antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu lima tahunan. DPR sebagai lembaga legislatif berperan dalam fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Sementara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menjadi pilar penting dalam menjaga supremasi hukum dan konstitusi.
Namun dalam praktiknya, sistem politik kita masih menghadapi tantangan besar. Politik transaksional, korupsi, dan oligarki partai menjadi momok yang merusak semangat demokrasi. Pilihan politik tidak selalu didasarkan pada ideologi atau program kerja, melainkan pada kekuatan uang dan popularitas. Demokrasi prosedural seringkali mengalahkan substansi. Bahkan, partisipasi publik masih cenderung rendah, terutama di luar momentum pemilu.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, diperlukan perbaikan menyeluruh dalam sistem politik, termasuk penataan ulang sistem kepartaian agar lebih demokratis dan akuntabel, peningkatan transparansi dalam pendanaan politik, serta pendidikan politik yang berkelanjutan bagi masyarakat. Demokrasi tidak hanya diukur dari terselenggaranya pemilu, tetapi juga dari sejauh mana rakyat memiliki akses dan pengaruh dalam proses pengambilan keputusan politik yang menyangkut hidup mereka.
Lembaga Negara: Pilar Demokrasi yang Harus Diperkuat
Lembaga negara sebagai pelaksana kekuasaan pemerintahan harus berfungsi secara efektif, transparan, dan akuntabel. Saat ini, Indonesia memiliki berbagai lembaga negara utama seperti DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, BPK, dan KPK. Masing-masing memiliki peran penting dalam menjaga sistem checks and balances agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Namun, citra sebagian lembaga negara kerap menurun di mata publik akibat kasus-kasus korupsi, konflik kepentingan, serta lemahnya integritas dan kinerja. Lembaga legislatif, misalnya, seringkali dipandang sebagai lembaga yang lebih mementingkan kepentingan politik jangka pendek ketimbang kualitas legislasi. Lembaga eksekutif pun tidak luput dari kritik terhadap efektivitas program pemerintah dan penegakan hukum yang belum konsisten.
Untuk memperkuat lembaga negara, dibutuhkan reformasi institusional yang berfokus pada tiga aspek utama: transparansi, akuntabilitas, dan meritokrasi. Penguatan sistem pengawasan internal dan eksternal, rekrutmen berbasis kompetensi, serta penerapan sistem digital dalam pelayanan publik dapat menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kepercayaan publik.
Lebih jauh, sinergi antar lembaga negara juga harus diperkuat. Persaingan kewenangan dan ego sektoral hanya akan menghambat efektivitas pemerintahan. Semangat kolaborasi harus menjadi prinsip dasar dalam menjalankan roda pemerintahan demi kepentingan rakyat.
Kewarganegaraan: Hak dan Kewajiban dalam Negara Demokratis
Kewarganegaraan bukan sekadar status administratif, tetapi merupakan identitas politik yang melekatkan hak dan kewajiban warga terhadap negara dan sebaliknya. Di dalamnya tercakup hak untuk hidup, mendapatkan pendidikan, berpartisipasi dalam pemerintahan, serta hak untuk menyampaikan pendapat. Di sisi lain, warga negara juga memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum, membayar pajak, serta ikut serta dalam upaya membela negara.
Namun, kesadaran kewarganegaraan di Indonesia masih relatif lemah. Banyak warga yang belum memahami hak dan kewajiban mereka secara utuh. Hal ini tercermin dari rendahnya partisipasi dalam forum-forum publik, apatisme terhadap isu sosial-politik, hingga maraknya ujaran kebencian dan hoaks di media sosial. Kewarganegaraan tidak boleh hanya dipahami sebagai hubungan administratif, tetapi sebagai hubungan moral-politik antara individu dengan negara.
Pendidikan kewarganegaraan menjadi kunci dalam menumbuhkan sikap aktif dan bertanggung jawab. Pendidikan ini harus mencakup nilai-nilai dasar seperti toleransi, keadilan, solidaritas, serta cinta tanah air. Tidak cukup hanya diberikan di ruang kelas, tetapi harus menjadi bagian dari pengalaman hidup sehari-hari, termasuk melalui keluarga, komunitas, dan media.
Menuju Indonesia yang Demokratis dan Berkeadilan
Masa depan demokrasi Indonesia sangat bergantung pada sinergi antara sistem politik yang inklusif, lembaga negara yang kuat, dan warga negara yang aktif. Demokrasi tidak akan berjalan jika hanya ditopang oleh struktur formal tanpa partisipasi nyata dari rakyat. Begitu pula lembaga negara tidak akan berfungsi dengan baik jika tidak mendapat kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.
Sebaliknya, warga negara juga membutuhkan sistem politik dan lembaga negara yang memberikan ruang partisipasi, menjamin hak-hak dasar, serta menjawab kebutuhan mereka. Dalam kerangka inilah, perlu dibangun ekosistem demokrasi yang sehat, di mana semua elemen saling memperkuat, bukan saling melemahkan.
Pemerintah perlu terus mendorong reformasi kelembagaan dan tata kelola pemerintahan yang bersih dan efisien. Parlemen harus kembali pada fungsi utamanya sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan aspirasi, bukan kepentingan elite. Lembaga yudikatif harus berdiri tegak sebagai penjaga keadilan yang tidak bisa diintervensi.
Di sisi lain, masyarakat sipil dan media harus memainkan peran kritis dalam mengawasi jalannya pemerintahan serta mendidik publik dalam literasi politik dan hukum. Pendidikan kewarganegaraan harus dikembangkan dalam konteks kekinian, agar mampu menjawab tantangan global dan digitalisasi yang terus berkembang.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara demokratis yang kuat dan berkeadilan sosial. Namun hal itu hanya bisa terwujud jika sistem politik, lembaga negara, dan warga negara saling bahu-membahu dalam satu semangat: mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.


Tidak ada komentar