
Hamzah Durisa (Penggerak Gusdurian)Penulis: Hamzah Durisa (Penggerak Gusdurian)
AKARNEWS.ID, OPINI – Keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menjadi pemberian Tuhan yang begitu dahsyat. Jarang ada bangsa yang sekomplit keberagaman yang ada di Indonesia ini.
Dari aspek agama, bahasa, etnis, budaya dan lain sebagainya. Betapa banyak yang bisa dijumpai, termasuk di dalamnya adalah tata laku kehidupan masyarakat dalam kesehariannya. Salah satu diantaranya adalah kabupaten Pasangkayu.
Kali ini penulis menjadikan Desa Bulumario sebagai sampel akan kehidupan masyarakat di belahan ujung utara Sulawesi Barat ini.
Desa Bulumario terletak di Kecamatan Sarudu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.
Meskipun tidak terlalu besar, desa ini menjadi contoh nyata bagaimana keberagaman bisa hidup berdampingan dalam damai dan saling menghargai. Di desa ini, berbagai agama dan suku hidup bersama, membentuk satu kesatuan masyarakat yang rukun dan saling mendukung satu sama lain.
Di Bulumario, keberagaman agama sangat terasa. Ada masjid yang berdiri kokoh di tengah desa, menjadi tempat ibadah umat Islam, mayoritas di desa ini. Masjid ini tidak hanya sebagai tempat shalat, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial keagamaan, mulai dari pengajian anak-anak hingga diskusi keislaman untuk para orang tua.
Setiap Jumat, warga Muslim berbondong-bondong datang untuk melaksanakan shalat Jumat, dan setelah itu mereka biasanya saling berbincang santai di halaman masjid, membicarakan kehidupan sehari-hari.
Tak jauh dari masjid, berdiri sebuah gereja kecil. Gereja ini menjadi tempat ibadah umat Kristen yang juga merupakan bagian dari masyarakat Bulumario. Walau jumlahnya tidak sebesar umat Muslim, mereka memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan desa.
Hari Minggu pagi, suara nyanyian pujian dan doa dari gereja terdengar merdu, menjadi bagian dari suasana damai desa ini. Warga yang berbeda keyakinan tetap saling menyapa dan menghormati, bahkan kadang ikut membantu saat ada kegiatan di gereja, seperti perayaan Natal atau Paskah.
Lebih jauh ke pinggiran desa, berdiri sebuah pura yang sederhana namun penuh makna bagi umat Hindu, khususnya warga keturunan Bali. Pura ini menjadi pusat kegiatan spiritual dan budaya mereka.
Setiap hari raya seperti Galungan dan Kuningan, suasana di Pura sangat meriah. Warga Bali mengenakan pakaian adat dan membawa sesajen, serta tarian-tarian khas Bali kerap ditampilkan. Uniknya, warga dari agama dan suku lain sering diundang untuk menyaksikan atau bahkan turut membantu persiapan upacara.
Keberagaman agama ini selaras dengan keberagaman suku. Bulumario dihuni oleh berbagai etnis, antara lain suku Mandar, Bugis, Bali, Toraja, dan beberapa pendatang dari Jawa dan Sulawesi lainnya.
Suku Mandar dan Bugis, yang merupakan penduduk asli dan mayoritas, terkenal dengan semangat gotong royongnya. Mereka kerap menjadi inisiator dalam kegiatan-kegiatan desa, seperti kerja bakti, pembangunan fasilitas umum, dan acara adat.
Suku Bali membawa warna budaya tersendiri dengan seni dan tradisi yang kuat. Mereka rajin mengadakan pertunjukan seni tari dan musik tradisional Bali, yang biasanya disambut dengan antusias oleh masyarakat.
Sementara suku Toraja dikenal dengan budaya leluhur yang unik, seperti upacara kematian dan rumah adat Tongkonan. Kehidupan di Bulumario tak lepas dari nilai-nilai kekeluargaan yang kuat.
Meskipun berbeda suku, budaya, dan agama, warga tetap menjunjung tinggi semangat persaudaraan.
Anak-anak dari berbagai latar belakang bisa bermain bersama tanpa memandang perbedaan. Mereka sekolah di tempat yang sama, duduk di bangku yang sama, dan belajar tentang toleransi sejak dini.
Guru berbeda agama dengan muridnya menjadi hal yang lumrah dan bukan menjadi persoalan, melainkan menjadi kekuatan. Tentu tidak selalu mulus. Kadang perbedaan pendapat muncul, tetapi tokoh-tokoh masyarakat seperti kepala desa, tokoh agama, dan pemuda selalu menjadi penengah yang bijak.
Mereka berupaya menjaga komunikasi antarwarga agar tetap terbuka dan saling memahami. Forum-forum dialog antaragama dan budaya juga sering diadakan untuk mempererat hubungan sosial.
Desa Bulumario mungkin tidak terkenal di peta besar Indonesia, tetapi semangat toleransi dan hidup berdampingannya layak menjadi inspirasi. Dalam perbedaan, mereka menemukan kekuatan untuk bersatu.
Dalam keberagaman, mereka menciptakan harmoni. Dan dalam kehidupan sehari-hari, mereka membuktikan bahwa Indonesia yang majemuk bisa hidup rukun jika ada niat untuk saling menghormati.


Tidak ada komentar