AKARNEWS.ID, MAMUJU – Pernyataan Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) terkait penolakan tambang pasir di Karossa Kabupaten Mamuju Tengah yang meminta masyarakat untuk mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dikecam oleh organisasi pegiat lingkungan, Walhi Sulbar.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Barat menyampaikan kecaman keras terhadap pernyataan Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka (SDK), yang dianggap lepas tangan dan tidak berpihak pada keselamatan rakyat serta keberlanjutan lingkungan hidup.
Gubernur Sulbar menyatakan bahwa izin usaha pertambangan tersebut bukan dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi saat ini melainkan oleh pemerintah pusat, dan mencabut izin harus melalui proses hukum di PTUN. Ia juga menekankan bahwa dirinya tidak ingin melanggar aturan yang berlaku.
Menurut Walhi Sulbar, pernyataan ini mencerminkan sikap pemerintah daerah yang pasif dan abai terhadap situasi darurat ekologis yang sedang dihadapi masyarakat akibat aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan.
“Ini bukan sekadar soal administrasi hukum. Ini tentang nyawa, ruang hidup, dan masa depan masyarakat pesisir dan petani di sekitar tambang. Gubernur seharusnya berdiri paling depan membela rakyatnya, bukan berlindung di balik prosedur birokrasi yang kaku,” tegas Direktur Walhi Sulbar Asnawi melalui via WhatsApp, Kamis, (8/5/2025).
Walhi menilai pernyataan Gubernur Sulbar sebagai bentuk lempar tanggung jawab dan kegagalan membaca peran strategis kepala daerah dalam menjaga kualitas lingkungan hidup.
Lebih jauh, Walhi menegaskan bahwa gubernur memiliki kewenangan penuh untuk melakukan evaluasi, pengawasan, bahkan rekomendasi pencabutan izin jika ditemukan adanya pelanggaran hukum atau kerusakan lingkungan.
“Sikap yang hanya menyarankan masyarakat menggugat ke PTUN merupakan upaya untuk memindahkan beban negara kepada rakyat yang justru sedang menjadi korban. Apakah Gubernur lupa bahwa dirinya adalah pejabat publik yang dilantik untuk menjaga kesejahteraan dan keselamatan warga? Dalam kasus tambang ini, suara rakyat sudah jelas: tambang mengancam. Bukannya merespons dengan tindakan tegas, beliau justru menyuruh rakyat cari keadilan sendiri di pengadilan,” ujarnya.
Sikap ini juga dinilai tidak mencerminkan tanggung jawab ekologis seorang pemimpin daerah di tengah meningkatnya krisis iklim dan kerusakan ekosistem yang semakin luas akibat eksploitasi sumber daya alam secara masif dan tak terkendali.
Pihaknya mengingatkan, bahwa aktivitas tambang pasir tidak hanya merusak bentang alam, tetapi juga mengganggu sumber air, menghancurkan wilayah pertanian produktif, dan memperparah bencana ekologis seperti banjir dan abrasi.
Walhi Sulbar juga menegaskan bahwa aksi yang dilakukan masyarakat bukan tindakan reaktif, melainkan bentuk pembelaan terhadap ruang hidup yang terus tergerus.
“Mereka tidak datang membawa senjata, melainkan membawa harapan agar pemimpin mereka berpihak pada keselamatan lingkungan dan generasi masa depan” jelasnya.
“Sudah cukup rakyat dikorbankan demi tambang. Kami tidak butuh pemimpin yang cuci tangan. Kami butuh keberanian dan keberpihakan yang nyata,” WALHI juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, mahasiswa dan warga terdampak untuk tetap bersatu dalam gerakan penyelamatan ruang hidup dari ancaman industri ekstraktif yang rakus dan tidak berkeadilan” pungkasnya. (*)